![]() |
Remaja dan Negara |
Darah muda, kata bung Rhoma
adalah darah para remaja, dengan jiwa yang selalu berapi – api dan penuh semangat,
penuh gelora kesukacitaan. Masih kata bung Rhoma, para remaja selalu ceroboh
dalam bertindak, misalkan sikapnya selalu melebihi jalan pikiran logisnya,
mungkin benar itulah sebabnya banyak remaja yang dalam masa produktifnya malah
cenderung tersalurkan hanya pada kesenangannya belaka. Contohnya saja, banyak
remaja berbondong-bondong mendaftarkan diri bergabung dengan geng-geng motor anarkis, berkelana tanpa
tujuan menjadi aktifis geng ‘punk’ yang
dekil dan kampungan, hingga sibuknya mereka semua pada kegiatan tawuran, serta
saling serang antar kepentingan.
Itu para lelaki, lalu bagaimana
dengan para perempuan? Apakah mereka terhindar dengan hal-hal yang penuh
kemudharatan seperti itu? agaknya kita masih harus menahan nafas terlebih
dahulu, karena kegiatan para remaja wanita juga tak kalah heboh dan mencekamnya
dengan kegiatan para lelaki, terlebih jika dipandang sudut pandang Islam,
aktifitas para remaja wanita ini cenderung mendekati zina, sebut saja kegiatan
pacaran, petting, pesta, yang selalu dibumbui pergaulan lelaki dan wanita
secara berlebihan, maka tak heran pula jika akhir-akhir ini terdengar santer
sebuah kabar bahwa remaja wanita dijadikan layaknya piala bergilir bagi
pemenang balapan liar, atau istilahnya ’cabe-cabe’ an. Tsumma naudzubillah. .
Kualitas produktivitas remaja
yang semakin merosot tentu tak lepas dari tanggungjawab negara, sudah
semestinya institusi negara memberikan perlindungan terhadap anak-anak
negerinya, baik secara fisik maupun psikis. Dalam bidang pendidikan misalnya,
negara mempunyai peran untuk membangun generasi penerus yang memiliki kualitas
pemimpin, arti kata pemimpin mengandung konsekwensi bahwasanya dia mampu
menjadi teladan bagi kebenaran dan kebajikan, namun apa daya, pendidikan remaja
saat ini seakan malah menjauhkan mereka dari kualitas pribadi seorang pemimpin,
bisa jadi semua ini karena tak adanya
kejelasan metode dari ideologi yang diterapkan, sehingga tujuan sistem
pendidikan hanya dirumuskan apa-adanya.
Lalu dari sudut pandang hukum,
kelakuan remaja yang “over-dosis” berkeliaran dijalanan dan melakukan banyak
kriminalitas ringan maupun berat tersebut ada karena perundangan yang berlaku
tak memiliki sifat membuat jera, padahal sebagian masyarakat sudah bergerak
ikut serta mengawasi dan mengadukan segala tindak kegiatan yang mengganggu
warga oleh para remaja muda itu, namun hingga sekarang tak ada hasil yang
memuaskan dari penerapan sistem pidana Indonesia sekarang.
Perilaku para remaja juga dapat
dipengaruhi oleh tontonan yang mereka lihat, seorang pemimpin Nazi pernah
berkata, “Kebohongan yang diulang terlalu sering, akan menjadi sebuah kebenaran”,
dan telah kita saksikan sendiri bagaimana banyak remaja bertindak menirukan
adegan-adegan layaknya dia seorang artis atau bintang film, parahnya lagi,
tontonan yang ada di masyarakat ini selalu saja penuh dengan
kebodohan-kebodohan yang mengantarkan pada kemaksiatan.
Seragam sekolah yang keluar,
mobil-mobil pribadi anak sekolahan, gadget dan gears remaja yang mahal,
bersikap kasar kepada guru, tidak senonoh terhadap teman-teman wanita, kegiatan
merokok yang ditampilkan secara vulgar, minum-minuman keras yang tanpa sensor, dan
segudang tontonan yang buruk ternyata lepas dari pengawasan KPI, Komisi
Penyiaran Indonesia. Entah apa pekerjaan para Bapak disana sehingga merasa adem
ayem melihat tontonan tak beradab disaksikan oleh mata – mata polos calon
penerus generasi.
Negara yang ideal adalah negara
yang didukung oleh sinergi beberapa komponen penting sebuah bangsa, yaitu ;
Individu yang sadar, masyarakat yang peduli, dan negara yang mengayomi. Ketiga
komponen inilah yang harus dipenuhi agar kontrol masyarakat berjalan dengan
baik. Individu yang baik menekankan adanya hasil dari sistem pendidikan sebuah
negara, lha iya, bagaimana seorang individu bisa mejadi pemimpin, kalau
ternyata sistem yang diterapkan adalah sistem yang memaksa individu menjadi
seorang yang bodoh. Maka miliriklah kita pada komponen penting yang kedua,
yaitu masyarakat yang peduli. Sebenarnya masyarakat kita saat inipun sudah
cukup peduli, sehingga ada banyak pelanggaran yang terjadi bisa dilaporkan
kepada pihak berwenang, namun beberapa kemudian kecewa terhadap lemahnya
penegakkan hukumnya. Jika ada perbaikan yang mendasar dan fundamentalis,
komponen individu dan masyarakat akan mejadi sebuah kerjasama tim yang sangat
baik. Namun kedua komponen tersebut tidak mampu berjalan dengan baik jika,
komponen Negara malah tak menghendakinya. Biar bagaimanapun Negara adalah hukum
itu sendiri, barangsiapa yang melanggarnya maka wajib baginya untuk mendapatkan
hukuman seberat-beratnya. Nah jika diambil benang merahnya, hal yang paling
krusial dari pembentukan remaja yang berkualitas adalah kebijakan negara, sementara negara selalu
dipengaruhi oleh ideologi dan keyakinan yang dipercayainya.
Nah maka, jika kita
ingin merubah kepribadian para remaja yang sudah terlanjur terjerumus kepada kemaksiatan
dan kebodohan dengan segera, ya hanya bisa dengan mengganti sistem asas yang
digunakan oleh negara menjadi asas yang benar.
Islam adalah asas jelas yang
dimaksud, Islam hadir sebagai pemecah kebuntuan pemikiran para jahiliyun arab
dulu, dari struktur bangsa dengan tingkat kebodohan yang drastis dengan tradisi
mengubur bayi perempuan, tradisi penyembahan berhala dan sekutunya, tradisi
berjudi dan meramal, menjadi sebuah kekuatan politik yang mampu menandingi
dominasi kekuasaan dua imperium besar kala itu, romawi dan persia. Dan
beruntunglah bagi kita yang sedang geram melihat kebudayaan jahilyah arab
diimport di negara ini, karena Allah telah menurunkan Islam sebagai solusi yang
universal, seluruh alam. Allah tak menurunkan Islam secara terbatas hanya untuk
kalangan arab saja.
Semogalah kita mampu mengambil
segala perintah Allah secara sempurna setelah sadar bahwasanya, apa yang
terjadi pada kalangan remaja kita juga pernah terjadi pada jaman kebobrokan
jaman arab jahiliyah dahulu, jika kemudian bangsa Arab mengambil peran yang
sangat penting menandingi Persia dan Romawi setelah kedatangan Islam, sangat
bisa jadi Indonesia juga mampu memimpin peradaban dunia ketika menerapkan
Islam. Jangan menjadi bodoh duhai diri! Kami sangat rindu dengan keberadaan remaja selayak Ali, Mushab bin umair, Muhammad Al Fatih, Imam Syafii, Imam Hanafi, yang usia remajanya digunakan untuk kepentingan Islam. Masya'Allah. . .
0 Response to "Remaja dan Negara"
Post a Comment