KH. HASYIM ASY'ARI DAN BAI'AT

KH. HASYIM ASY'ARI DAN BAI'AT


KH. HASYIM ASY'ARI DAN BAI'AT
KH. HASYIM ASY'ARI DAN BAI'AT


Sistem kepemimpinan dalam Islam adalah Khilafah atau Imamah. Seseorang sah menjadi Khalifah atau Imam, saat ia telah dibai'at oleh kaum muslimin dengan keridloan dan bebas (bir ridlo wal ikhtiyar). Di dalam Islam, bai'at adalah salah satu jenis akad, yaitu akad untuk mengangkat seseorang menjadi Khalifah atau Imam. Selain akad bai'at, di dalam Islam ada akad-akad yang lain, misalnya akad nikah (suatu akad sehingga calon suami istri, menjadi suami-istri yang sah), akad bai' (suatu akad yang disepakati oleh penjual dan pembeli), dan akad-akad lain.
Setiap akad, di dalam Islam, ada syarat dan rukun yang ditetapkan oleh syariah. Akad tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, contohnya akad nikah. Demikian pula akad bai'at, tidak bisa dilakukan dg sembarangan. Akad bai'at dimaksudkan agar seseorang menjadi Khalifah atau Imam, yang akan melayani rakyat sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Oleh karena itu, di dalam akad bai'at harus menyebutkan klausul bahwa seorang Khalifah atau Imam akan menjadikan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya sebagai dasar dalam segala aspek pemerintahan.
KH. Hasyim Asy'ari menyebutkan istilah bai'at sebagai akad sah seseorang menduduki jabatan Khalifah atau Imamah, dalam kitab beliau yang berjudul Irsyadul Mu'minin Ila Siirati Sayyidil Mursalin Wa Man Tabi'ahu Minas Shohabati Wat Tabi'in, halaman 30-31. Beliau memang tidak membahas secara khusus, tetapi beliau menjelaskan hal itu saat membahas interaksi salafus sholih dengan sesamanya. Berikut ini terjemahan bebasnya. Bagi yang ingin mengetahui teks aslinya, silahkan dibaca pada teks aslinya yang berbahasa arab.
******

BAGAIMANA SIKAP SALAFUS SHOLIH DENGAN SESAMANYA


KH. HASYIM ASY'ARI DAN BAI'AT
KH. HASYIM ASY'ARI DAN BAI'AT
Nenek moyang kita dengan saudaranya sesama mukmin, layaknya tubuh yang satu atau seperti bangunan, satu bagian menguatkan bagian lainnya. Masing-masing saling mencintai saudaranya, sebagaimana mereka mencintai diri sendiri. Mereka saling memuliakan dan menghormati. Masing menjadi saksi atas kemuliaan dan ketinggian derajat saudaranya. Mereka selalu mendahulukan saudaranya atas dirinya sendiri. Mereka tidak pernah berlomba-lomba dalam kepemimpinan atau kedudukan di hadapan manusia. Tetapi, mereka selalu berlomba dalam menegakkan al haq (Islam) dan melayani ummat.
Mereka tak malu mengaku salah, jika memang salah. Mereka sama sekali tak malu, mengakui kekeliruan atau kekurangan. Saat Umar ditikam oleh Abu Lu'luah, beliau menghadirkan enam orang dimana Rasulullah SAW ridlo kepada mereka. Enam orang ini diminta bermusyawarah untuk menentukan Khalifah bagi kaum muslimin. Abdur Rahman bin Auf berkata kepada Utsman saat sendirian: "Jika aku tidak membai'at engkau, siapa yang engkau tunjuk?". Utsman menjawab: "Ali". Kemudian Abdur Rahman berkata kepada Ali saat sendirian:"Jika aku tidak membai'at engkau, siapa yang engkau tunjuk?". Ali menjawab: "Utsman". Kemudian Abdur Rahman bertanya kepada Zubair:"Jika aku tidak membai'at engkau, siapa yang engkau tunjuk?". Zubair menjawab: "Ali atau Utsman".
Demikianlah, masing-masing mendahulukan yang lain, bukan dirinya sendiri. Mereka tidak ada yang merasa lebih layak menjadi Khalifah. Zubair bin Bakar, bahwa Muawiyah pernah menceritakan keutamaan Abu Bakar dan Umar atas teman-temannya: "Adapun Abu Bakar, dia tidak menginginkan dunia, dan dunia pun tidak menginginkan dia. Adapun Umar, maka dunia menginginkannya, sementara dia tidak menginginkan dunia. Adapun kita, kita telah berguling-guling dengan punggung dan perut kira (menggambarkan bahwa kita teramat sangat cinta dunia)".
*****
Demikianlah penjelasan Syeikh kita tentang sikap seorang mukmin kepada mukmin yang lain. Demikian itulah penjelasan Syeikh Hasyim terhadap Khilafah dan bai'at. Seseorang diangkat menjadi Khalifah bir ridlo wal ikhtiyar, dengan bai'at, yaitu kesediaan mengurusi urusan ummat sesuai Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, bukan atas DASAR YANG LAIN.

Dalam tulisan beliau tersirat pemahaman, bahwa para sahabat tidak berbeda pendapat ttg wajibnya dan urgensinya Khilafah. Beliau menjelaskan secara implisit bahwa perbedaan hanya terletak pada figur atau siapa yang jadi Khalifah. Tetapi perbedaan itu diselesaikan dg sangat elok, yaitu dengan tetap menjalin ukhuwwah yang sangat indah.
Wallahu a'lam.

Oleh 


Ust. Choirul Anam

0 Response to "KH. HASYIM ASY'ARI DAN BAI'AT"