Tadaaa. . . ane balik lagi buat update ini blog, sama memenuhi komitmen ane "Satu Hari, Satu Tulisan", jare bocah bojonegoro - cepu " Pokok'e Update, Pokok'e Nulis ", semoga bisa istiqamah, tidak seperti beberapa komitmen ane yang dulu pernah kandas. . (backsound : kandas - evie tamala) hahaiiii. .
Nah, kali ini ane mau cerita tentang perpolitikan di Indonesia, bahasan berat? ah, nggak, ini tulisan hanya penuh caci - makian saja. . hehe. .(senyum garing).
Ane termasuk yang percaya bahwa kehidupan di dunia ini sudah begitu jauh dari kata baik dan benar, korupsi, pembunuhan, mutilasi, perkosaan, penculikan, dan kejahatan populer lainnya sudah terlalu banyak menjadi menu yang ditawarkan koran pagi untuk dijejalkan pada kita. Muak, penyesalan, dan rasa bersalah tentu menghantui perasaan orang - orang yang masih peduli akan masyarakat ini, semoga kita termasuk salah satunya.
Sebagian besar masih mengharapkan agar perubahan itu mampu terwujud melalui para wakil - wakil rakyat, yang dengan pikirannya yang jenius dan tangannya mampu merumuskan sistem baik, mampu mengatasi dan meredam nafsu - nafsu busuk yang muncul dari jiwa tersesat, sekaligus juga membangun jiwa generasi yang hampir putus asa menjadi gemilang. Pekerjaan yang cukup besar memang, pertanyaannya apakah mereka yang bekerja di dewan mampu?
Mari sedikit cerdas mencermati fakta dan sejarah, semenjak reformasi 1998 hingga sekarang, dan telah melalui sekian kali pemilihan para wakil rakyat, sudahkah perubahan yang dimimpikan hampir sebagian besar masyarakat telah terbit? katakanlah jika memang proses, butuh waktu berapa lama lagikah masyarakat bisa hidup aman? butuh berapa lama lagikah bagi janin - janin tak berdosa tidak tumbuh berkembang dalam perut para pezina? butuh waktu berapa lama lagi bagi keluarga korban pembunuhan, perampokan, mutilasi, penganiayaan untuk mendapatkan harapan keadilan? butuh berapa lama lagikah agar semua pertanyaan ini tak membuat bosan rumput yang bergoyang dan mendapatkan jawaban?
Tinggal menghitung puluhan hari menjelang pemilihan umum 2014, sebelum kita benar - benar menetapkan pilihan, ada baiknya kita simak beberapa 'testimoni' oleh mereka yang mendapat 'berkah' dari setiap pemilu.
" Namaku Pardanem, bukan nama asli. Pekerjaan tukang sortir kopi luak di lereng Batukaru yang dingin. Kemiskinan menyebabkan aku tak bisa meneruskan sekolah. Syukur aku lancar berbahasa Melayu dan badan gempal, aku sudah dua kali menjadi saksi partai politik saat pemilu. Nanti pun dipakai lagi. Pardanem namaku, nama jelek tapi ada artinya. Pemilu harus menambah rezeki. Aku tak peduli apakah saksi partai dibayar lagi oleh pemerintah. Kusebut lagi, karena yang membayari aku sudah ada. Pimpinan partai di kecamatan mengupah aku Rp 150 ribu. Ini pemilu 2009, nanti bisa lebih. "
" Namaku Pardanem, bukan nama asli. Pekerjaan tukang sortir kopi luak di lereng Batukaru yang dingin. Kemiskinan menyebabkan aku tak bisa meneruskan sekolah. Syukur aku lancar berbahasa Melayu dan badan gempal, aku sudah dua kali menjadi saksi partai politik saat pemilu. Nanti pun dipakai lagi. Pardanem namaku, nama jelek tapi ada artinya. Pemilu harus menambah rezeki. Aku tak peduli apakah saksi partai dibayar lagi oleh pemerintah. Kusebut lagi, karena yang membayari aku sudah ada. Pimpinan partai di kecamatan mengupah aku Rp 150 ribu. Ini pemilu 2009, nanti bisa lebih. "
Artikel selengkapnya bisa dibaca di sini : Saksi Pemilu & Harga Kemenangan
Bukan ingin menghakimi, ane rasa fakta - fakta permainan uang untuk membeli sebuah kemenangan sudah menjadi rahasia umum dalam masyarakat, masyarakat juga sudah sama - sama tahu kalau para wakil yang akan mereka pilih bukanlah wakil yang baik, masyarakat sudah tahu mereka - mereka yang foto senyumnya banyak menghiasi pojok jalanan, atau warung esek - esek adalah para penipu, catat! PARA PENIPU, maka pola pikir masyarakat kemudian membentuk sebuah mekanisme untuk survive dengan cara ikut mengambil keuntungan (baca: uang) dari para wakil, salah satunya dengan tawaran kemenangan dengan mahar sejumlah uang tertentu.
Melihat semua fakta ini, agaknya kita bisa menyimpulkan bahwa yang ikut terlibat dalam Pemilihan Umum ada tiga kategori manusia ;
- Manusia yang butuhkan uang
- Manusia yang butuh uang
- Manusia yang butuh uang
Pastilah, seburuk - buruknya suatu keadaan setidaknya ada secuil atau sebagian kecil yang memang benar - benar baik, katakanlah (kalau memang ada) mereka adalah masyarakat yang tulus dan turut bergerak, ataupun kader - kader partai yang bersih dan peduli yang tidak mengejar kepentingan materi saja, lalu bagaimana dengan mereka semua? maka, mereka adalah tumbal - tumbal yang harus dikorbankan oleh para penikmat sistem untuk kemenangan tersebut.
Ane memang tidak terlalu banyak berharap pada sistem demokrasi seperti ini, sistem yang memperbolehkan manusia membuat aturan se-enak perutnya sendiri, tanpa bercermin terlebih dahulu dan menyadari kalau kita semua hanyalah manusia yang penuh keterbatasan pikiran dan kekuatan. Sistem demokrasi ini lebih mirip sistem yang mencuri Hak Allah dalam mengatur kehidupan manusia. Naudzubillah mindzalik. .
Angin perubahan. Kita butuh menghirup oksigen baru yang ditiupkan bersama perubahan, guna menjernihkan akal pikir kita agar mampu memunculkan gagasan baru yang mengubah keadaan. Gagasan yang out of box dari semua solusi pragmatis yang keluar dari mulut para dewan. Kita butuh banyak mencerna dan memahami bahwa setiap perubahan yang diharapkan oleh semua orang adalah REVOLUSI, perubahan yang akan membongkar sistem yang buruk dari landasan kebobrokannya, dan akan membangun peradaban yang baru dan Gemilang dengan landasan yang tentu lebih KOKOH.
REVOLUSI ISLAM, ane menyebutnya. Revolusi damai sebagai hasil perjuangan pencerahan pemikiran masyarakat untuk selalu taat dan berkebenaran, sehingga masyarakat memiliki kesadaran untuk mau dan patuh, serta menuntut para penguasa untuk menerapkan aturan Allah SWT terhadap kehidupan mereka. Jika masyarakat sudah satu kesatuan, satu kekuatan, lalu apalah daya para pemegang kekuasaan?
Akhir kata, REVOLUSI selalu membutuhkan para pejuangnya, ini hanya perlu sebuah sentilan bagi diri kita, akankah kita mau hidup sebagai salah satu yang memiliki peran dalam sejarah atau bukan, ataukah kita hanya hidup sebagai kotoran yang mengalir hingga arus sungai menghancurkan?
Pilihan yang manakah yang akan kita tempuh? memilih kembali para wakil atau memilih untuk mengambil peran turut berjuang untuk REVOLUSI ISLAM ?
" Everything has a price " , segala pilihan ada konsekwensinya.
0 Response to "Setiap Pilihan Mempunyai Konsekwensi"
Post a Comment